SHARE
Facebook
Twitter
foto: worldwildlife.org

Geoenergi  – Populasi Orangutan Borneo yang terus menurun selama beberapa dekade terakhir, menyebabkan Orangutan Borneo masuk dalam daftar spesies terancam punah yang dirilis oleh IUCN (International Union for Conservation Nature) minggu lalu. Hal ini didasari oleh pertimbangan hilangnya dan degradasi habitat Orangutan Borneo dan perburuan di Indonesia dan Malaysia.

Di Kalimantan, orangutan kebanyakan hidup di luar kawasan yang dilindungi termasuk di dalamnya wilayah industri kayu yang praktiknya belum berkelanjutan, konsesi tambang dan perkebunan menyebabkan habitat mereka menjadi terfragmentasi. Kebakaran hutan dalam beberapa tahun terakhir juga berkontribusi terhadap menurunnya tutupan hutan menyebabkan ancaman perburuan semakin besar sejalan dengan bertambahnya konflik orangutan dengan penduduk karena hilangnya habitat mereka. Guna terus menjaga stabilitas populasi dan berlanjutnya keberadaan Orangutan Borneo, perlu diperkuat upaya dalam memperluas kawasan yang dilindungi dan menjamin pengelolaan yang lestari bagi habitat mereka.

Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF Indonesia, mengatakan, “Ini merupakan pengingat bagi kita bahwa perlindungan dan restorasi habitat Orangutan Borneo merupakan keharusan, Juga harus dipastikan konektivitas antar habitat orangutan sehingga dapat menjamin keberlanjutan setiap populasi yang ada. Program konservasi kami menunjukkan populasi orangutan dapat di pertahankan di area konsesi penebangan jika dikelola dengan cara yang berkelanjutan. Pendekatan ini seharusnya diterapkan dalam lansekap yang lebih besar sehingga meningkatkan potensi dan kesempatan kita untuk menyelamatkan spesies ini dari kepunahan.”

Upaya konservasi WWF di Indonesia dan Malaysia selama ini menunjukkan bahwa usaha untuk menjaga keberlangsungan populasi Orangutan Borneo dapat dicapai melalui kemitraan yang kuat antara pemerintah, lembaga konservasi, peneliti dan sektor bisnis.

Kemajuan yang signifikan dapat dilihat di beberapa kawasan yang dilindungi dan kawasan pengelolaan hutan seperti dalam kawasan konservasi Danum Valley-Imbak Canyon-Maliau Basin, Suaka Margasatwa Tabin, Taman Nasional (TN) Batang Ai, Suaka Margasatwa Lanjak Entimau dan Taman Nasional Ulu Sebuyau-Sedilu-Gunung Lesong di Sabah dan Sarawak, Malaysia. Sementara di Kalimantan juga dilakukan di TN Danau Sentarum, TN Betung Kerihun dan TN Sebangau. Sementara kawasan pengelolaan hutan lainnya didorong untuk mengintegrasikan konservasi spesies termasuk orangutan sebagai bagian dalam langkah untuk mencapai standar atau sertifikasi seperti Forest Stewardship Council (FSC).

Menurut Direktur Eksekutif dan CEO WWF Malaysia, Dato’ Dionysius Sharma, strategi konservasi orangutan musti meliputi pemantauan populasi orangutan dan advokasi agar semakin banyak habitat orangutan dijadikan sebagai kawasan yang dilindungi seperti di Sabah.

“Kami bekerja sama dengan Departemen Kehutanan Sabah merestorasi habitat orangutan yang terdegradasi seperti Kawasan Lindung Bukit Piton yang diberi status dilindung sejak tahun 2012 sebagai bagian dari kegiatan penelitian dan advokasi WWF Malaysia”, lanjut Sharma.

Semenjak restorasi dilakukan pada tahun 2008, WWF Malaysia telah merestorasi 2.099 hektar habitat orangutan di Bukit Piton dan teramati bahwa orangutan telah memanfaatkan pohon-pohon tersebut tiga tahun setelah ditanam. Selain Bukit Piton, dua habitat orangutan lainnya juga telah dinyatakan sebagai kawasan yang dilindungi oleh Departemen Kehutanan Sabah yaitu Northern Gunung Rara pada tahun 2014 dan Trusan Sugut pada tahun 2015.

Orangutan memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan ekosistem hutan. Mereka tidak hanya berlaku sebagai penyebar benih tetapi juga dengan membuat sarang di pepohonan, orangutan membuka celah agar sinar matahari dapat masuk melewati hutan tropis yang lebat. (Pam)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY