SHARE
Facebook
Twitter
foto: istimewa

 

Banda Aceh, www.geoenergi.co.id –  Animo kunjungan ke museum, terutama museum nonkonvensional, makin menggembirakan. Museum berfungsi sebagai wahana edukasi, rekreasi, dan penguat identitas suatu masyarakat. Untuk Museum Tsunami Aceh—sesuai konsep desain “Rumoh Aceh as escape hill” dari Ridwan Kamil sang arsitek—fungsinya ditambah satu lagi, yakni sebagai gedung evakuasi atau perlindungan dari tsunami.

Dari tahun ke tahun, khususnya selama libur lebaran, pengunjung museum kebanggaan dan destinasi terfavorit Aceh itu selalu meningkat. Pada Jumat (8/7) atau hari ketiga (H+3) Lebaran 2016, misalnya, museum yang berlokasi persis di selatan Lapangan Blangpadang Banda Aceh itu tercatat dikunjungi 18.659 orang dalam satu hari.

Menurut Kepala Museum Tsunami Aceh, Tomy Mulia Hasan, ini rekor baru. “Belum pernah dalam sejarah, pengunjung Museum Tsunami bisa sebanyak ini, melonjak 60% dibanding hari serupa tahun lalu yang ‘hanya’ 10.040 pengunjung itu,” ungkapnya.

Museum Tsunami dibuka setiap hari, pukul 09.00-16.30 WIB, termasuk hari libur nasional, kecuali hari libur Islam. Pada tahun lalu, total pengunjungnya 560.228 orang. Sebanyak 5% di antaranya wisatawan asing, mayoritas dari Malaysia. Fakta ini, imbuh Tomy, membuktikan setidaknya dua hal, yakni: betapa tingginya minat pengunjung terhadap pengetahuan tentang Aceh dan tsunami serta sudah amannya Aceh.

Ditambah dengan terbatasnya lahan parkir, membludaknya pengunjung dari dan ke Museum Tsunami dimanfaatkan oleh petugas parkir dan pedagang dadakan hingga memacetkan lalu-lintas. Pada Sabtu (9/7) dan Ahad (10/7) ini, jumlah pengunjung diprediksi akan tetap tinggi dan kembali normal seiring berakhirnya libur Lebaran.

Selain sebagai “tugu peringatan”, Museum Tsunami Aceh juga menjadi simbol bagi ketabahan masyarakat setempat dan persaudaraan-kemanusiaan masyarakat dunia kala gempa bertsunami 26 Desember 2004 menerjang Aceh (dan sebagaian Sumatera Utara).

Museum diisi berbagai koleksi memorabilia tsunami serta media berbagi pengalaman dan pengetahuan kebencanaan untuk menggugah respons kritis serta membangun budaya kesiapsiagaan terhadap bencana. Luasnya 2.500 meter persegi, strukturnya empat lantai, atapnya serupa gelombang laut, dan lantai dasarnya mirip rumoh (rumah panggung tradisional) Aceh yang selamat dari tsunami.

Diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Februari 2009, pengisian sarana pendukung dan renovasinya dilakukan secara bertahap sejak medio 2010 hingga April 2011 oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.  Museum resmi dibuka untuk publik pada 8 Mei 2011.

Menteri ESDM Sudirman Said menambahkan, Kementerian ESDM juga memiliki sejumlah museum geologi yang kini masih belum dikelola secara maksimal. Menurutnya, “Jika seluruh museum yang kita kelola itu bisa direvitalisasi dengan baik, tentu akan dapat menjadi wahana pembelajaran yang memadai bagi publik.”

Untuk lebih meningkatkan profesionalisme pengelolaan museum-museum itu, tambah Menteri Sudirman, Kementerian ESDM akan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta lembaga-lembaga internasional terkait. (Pam)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY