SHARE
Facebook
Twitter
foto: pam

Jakarta, Geoenergi – Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) terus mengembangkan penelitian terhadap sorgum yang bisa tumbuh subur dan produktif di lahan marginal. Sorgum selain sebagai sumber pangan, pakan ternak dan bahan baku industri, juga dimanfaatkan untuk bioenergi, yakni bioetanol.

Untuk bioetanol sebagai sumber energi baru terbarukan tentu saja sorgum memiliki potensi karena itulah Batan pun ikut menelitinya. Apalagi sebelumnya  Presiden Jokowi telah mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia menggunakan energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen hingga 2025.

batan 1

Untuk sorgum, Batan bekerja sama dengan Kementerian Pertanian. Kedua lembaga itu telah melepas tiga varietas unggul sorgum, yakni Pahat, Samurai 1 dan Samurai 2. Ketiga bibit sorgum tersebut telah terbukti bisa tumbuh di lahan kering dengan curah hujan yang rendah.

“Yang menjadi tantangan kita bagaimana mensosialiasikan pemanfaatan bioetanol dan bioenergi dari varietas Batan,” ujar kepala Batan, Djarot Sulistio Wisnubroto di Mercure Simatupang Hotel, Lebak Bulus, Jakarta, Senin, 23 Mei 2016.

Karena begitu intensifnya Batan melakukan riset terhadap Sorgum, maka tidak berlebihan, Indonesia ditunjuk oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai Lead Country Coordinator (LCC) untuk kawasan regional Asia untuk meneliti Sorgum.

Dan, menurut salah seorang peneliti Sorgum, Soeranto Human, “Indonesia dipilih sebab memiliki ketersediaan lahan marginal yang cukup luas dan sesuai dengan program Jokowi untuk  EBT Selanjutnya, rangkaian kerja sama antara Batan dan IAEA adalah membuat proyek pengembangan tanaman penghasil bioenergi dengan teknik mutasi radiasi untuk mengoptimalkan lahan marginal.”

Sebagai catatan, Indonesia dianggap berhasil menciptakan varietas unggul sorgum, karena untuk satu hektare lahan, varietas Samurai 1 bisa menghasilkan seribu liter. Ketiga varietas ini telah berhasil dikembangkan di wilayah Indonesia Timur, seperti Gunungkidul, Madura, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan lainnya.

Lanjut Soeranto, untuk meningkatkan kapasitas teknologi pemuliaan tanaman bioenergi dengan teknik mutasi radiasi dari para peneliti dan pakar tanaman bioenergi. Negara Asia concern kembangkan, bagaimana teknologi nuklir berperan.

Dalam kesempatan ini pula disebutkan bahwa  Batan dan IAEA juga mengadakan training course dengan menghadirkan pakar pemuliaan tanaman bioenergi IAEA, Rajbir Sangwan. Pelatihan itu fokus pada teknologi perbaikan produktivitas dan kualitas tanaman bioenergi pada lahan marginal. Rajbir Sangwan mengatakan, IAIE dalam hal ini bertindak membiayai pelatihan yang diadakan dari 23-27 Mei.

Indonesia sebagai tuan rumah, dengan peserta pelatihan dari 14 negara di Asia, yakni Bangladesh, Pakistan, Kamboja, China, India, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Filipina, Sri Lanka dan Vietnam. (Pam)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY