Hentikan Holding Company Migas jika Orientasi untuk Hutang*

Hentikan Holding Company Migas jika Orientasi untuk Hutang*

35
0
SHARE
Facebook
Twitter

Jakarta, Geoenergi – Konsep holding company di sektor Minyak dan Gas hingga kini belum jelas seperti apa. Siapa perusahaan holdingnya, adakah merger BUMN Migas untuk jadi holding atau tidak? Semua masih belum jelas ke publik dan sepertinya memang dibuat tertutup oleh Kementerian BUMN serta sangat tidak transparan. Ada apa, kenapa Kementerian BUMN sangat tertutup tentang konsep holding BUMN ini? Apakah ada sesuatu yang harus ditutupi untuk menghindari protes dari publik? Padahal berulang kali Mentri BUMN menyatakan bahwa holding sektor Migas ini sudah harus rampung bulan Juni 2016. Sekarang sudah penghujung Mei dan konsep holdingnya belum jelas sama sekali. Publik jangan disuguhi sesuatu yang sesuka hati pejabat saja, BUMN ini bukan perusahaan pribadi menteri BUMN, jadi jangan sesuka hati untuk membuat kebijakan di sektor ini, karena minyak dan gas adalah sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Maka itu pemerintah tidak boleh seenaknya atau sesuka hatinya pejabat untuk menelurkan kebijakan sektor ini.

Ketidak transparan inilah yang memicu kecurigaan bagi kami, jangan jangan motivasi pemerintah membentuk holding ini bukan untuk menata sektor migas yang selama ini semrawut. Akan tetapi bertujuan hanya untuk agar bisa mencari hutangan baru setelah aset holding semakin besar. Jika ini motivasinya, sebaiknya rencana pembentukan holding company migas ini dihentikan. Tidak usah diteruskan kalau tujuannya hanya untuk menggadaikan aset BUMN ini untuk mencari hutangan yang kemudian digunakan membiayai operasional pemerintah yang setiap saat sibuk tidak untuk sesuatu. Kami tegaskan sekali lagi, jika memang gagasan holding company migas ini dibentuk hanya berorientasi mencari hutang dengan menggadaikan aset BUMN, sebaiknya batalkan gagasan itu dan biarkan berjalan seperti sekarang.

Orientasi pembentukan holding company ini hanya untuk mencari hutangan baru sangat kentara dari pernyataan pernyataan menteri BUMN  yang seolah memerintahkan holding company ini untuk menerbitkan obligasi. Masa begini cara menteri memimpin? Holding company saja belum jadi terbentuk, tapi sudah ada pernyataan untuk menerbitkan obligasi? Ini sangat aneh bagi kami. Sepertinya Mentri BUMN sedang membuat kompetisi bagi calon Dirut Holding ini, siapa yang bisa membawa hutangan besar lewat obligasi,  maka dia yang akan jadi dirut. Jangan jangan ini kompetisi bagi Dwi Sutjipto Dirut Pertamina  dan Hendi Priyo Dirut PGN untuk mencari hutang: yang bawa hutang terbesar maka akan jadi dirut. Sudah sinting republik ini jika benar demikian.

Kami sangat heran melihat progres pembentukan holding ini, masalah saham publik dan asing di PGN belum tertuntaskan mau diapakan. Jika belum ada solusi terkait 47% saham publik dan asing di PGN, sebaiknya jangan sekali-sekali PGN dimerger dengan Pertamina sebagai holding, dan tidak boleh dimerger dengan Pertagas karena Pertamina dan PGN 100% milik negara. Kalau dimerger dengan PGN, maka akan timbul kerugian bagi negara, ini harus hati hati. Jika memang holding tetap akan jalan, sebaiknya PGN tempatkan sebagai anak usaha holding yang mengurusi Hulu Gas atau Hilir Gas, harus salah satu supaya sisi satunya diurus oleh Pertagas. Ini konsep yang ideal untuk saat ini.

Sekali lagi kami minta dengan tegas kepada pemerintah, untuk menghentikan gagasan holding company migas jika orientasinya adalah untuk mencari hutang. Bahaya jika terus berutang dan gagal bayar, maka aset BUMN akan berpindah tangan. Rini Soemarno harus hentikan ambisinya untuk terus berutang lewat BUMN, terlebih utang ke Cina kita lihat syarat dan jaminannya sangat merugikan bangsa. Jangan sampai aset BUMN Pertamina nanti berpindah tangan karena hutang yang makin besar. Rini jangan memposisikan dirinya sebagai autorized utang dari Cina ke BUMN negara ini. Hentikan itu semua, mari bentuk holding company dengan tujuan penataan dan perbaikan, bukan untuk ngutang. (*Ferdinand Hutahaean, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY