Arcandra: Penting Pengembangan Panas Bumi sebagai Kearifan Lokal Indonesia

0
265
Share on Facebook
Tweet on Twitter
foto: humas ebtke

Garut, www.geoenergi.co.id – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar didampingi tenaga ahli Kementerian ESDM, Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) serta Direktur Panas Bumi, melakukan kunjungan ke area panas bumi Kamojang pada hari Sabtu (07/01), di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Dalam kunjungan ke area panas bumi yang pertama kali dikembangkan di Indonesia tersebut, Arcandra disambut oleh Direktur Operasional PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Ali Mudakir.

Arcandra menyoroti konsumsi listrik di Indonesia yang masih tergolong rendah, yaitu sekitar 900 kWh per kapita. Padahal, konsumsi listrik per kapita merupakan salah satu indikator yang menunjukkan produktivitas. Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara maju apabila konsumsi listrik mencapai sekitar 4.000 kWh per kapita.

Usaha peningkatan konsumsi listrik ini tentunya perlu didukung dengan suplai yang memadai. Melihat kondisi penurunan cadangan energi yang bersumber dari bahan bakar fosil, Arcandra menyatakan, pengembangan energi terbarukan bukan lagi menjadi suatu alternatif, melainkan sebuah keharusan.

Sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN), untuk mencapai target bauran energi terbarukan tahun 2025 sebesar 23%, Arcandra akan mendorong pengembangan semua potensi energi terbarukan di Indonesia. Namun, dalam pengembangan energi terbarukan, setiap negara melihat apa yang dinamakan kearifan lokal.

Arcandra mencontohkan, negara di Eropa Barat seperti Denmark dan Belanda yang memiliki potensi energi angin yang besar, memfokuskan pengembangan energi terbarukan pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), sedangkan Jepang berfokus pada pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

“Bagaimana dengan renewable energy di Indonesia?” lanjut Arcandra. “Panas Bumi adalah kearifan lokal kita. Karena tidak semua negara punya panas bumi. Karena itu pengembangan potensi panas bumi perlu kita dorong secepatnya,” tutupnya.

Pada kunjungan ini, selain mengunjungi area operasi dan pembangkitan PLTP Kamojang Unit IV dan V, Arcandra menyempatkan berkunjung ke beberapa lokasi antara lain fasilitas produksi sumur Kamojang 51 dan 56, Geothermal Information Center (GIC) yang merupakan sarana edukasi panas bumi bagi masyarakat dan pengunjung PLTP Kamojang, Pusat Konservasi Elang yang merupakan Corporate Social Responsibility (CSR) dari PGE, manifestasi panas bumi kawah Kamojang, serta sumur eksplorasi Kamojang 3 yang dibor pada tahun 1924 oleh pemerintahan kolonial Belanda dan hingga saat ini masih terus mengeluarkan uap panas bumi.

Sejak dilakukan pengeboran pertama pada tahun 1924, pengembangan area Kamojang sempat terhenti. Pengembangan baru dilanjutkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1971 hingga 1979 yang berhasil mengembangkan pilot project berupa monoblok berkapasitas 0,25 MW yang merupakan PLTP pertama di Indonesia. Pengembangan area Kamojang terus dilakukan hingga saat ini dengan pengembangan PLTP Kamojang Unit I s.d. V yang mencapai kapasitas 235 MW.

Selain mengembangkan area Kamojang, PGE telah aktif mengembangkan panas bumi di Indonesia melalui pengembangan beberapa PLTP di Indonesia antara lain PLTP Lahendong Unit I s.d. VI yang telah memproduksi listrik 120 MW, PLTP Ulubelu Unit I s.d. III yang memproduksi 165 MW dan PLTP Sibayak yang memproduksi 12 MW, sehingga total pengembangan panas bumi oleh PGE saat ini mencapai 532 MW. Untuk kedepannya, PGE menargetkan untuk mencapai kapasitas pengembangan sebesar 2742 MW pada tahun 2030. (Pam)

LEAVE A REPLY