SHARE
Facebook
Twitter
ILUSTRASI

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Pelaku pasar khawatir akan rencana pemerintah yang memberikan jalan PT Pertamina untuk akuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Jangan sampai PGN menjadi ‘sapi perah’ Pertamina dalam ekspansi bisnis usahanya.

Demikian disampaikan Analis Woori Korindo Securities, Reza Priyambada saat berbincang di Jakarta, Selasa (26/7/2016).

“Untuk diketahui, sentimen market atau pelaku pasar kurang suka jika PGN berada di bawahnya Pertamina. Pasar maunya di bawah pemerintah,” ungkap Reza.

Jika di bawah Pertamina, menurut Reza akan banyak sentimen negatif yang akan mempengaruhi kinerja keuangan PGN secara keseluruhan. PGN, sambungnya, masih mencatatkan kinerja positif di tengah perlambatan ekonomi.

“Nah yang sebenarnya ditakuti pelaku pasar di tengah laba yang masih berhasil dicatatkan PGN yakni nantinya hanya dijadikan sapi perah saja oleh Pertamina,” kata Reza.

“Utang Pertamina yang besar nantinya bisa saja digunakan untuk menutup utang. Ujung-ujungnya dividen payout ratio juga kecil alhasil pemegang saham di bursa yang memegang PGN pun dividennya berkurang,” kata Dia.

Ada baiknya, menurut Reza, pemerintah selaku pemegang saham mayoritas haruslah mengadakan RUPS untuk meminta persetujuan pemegang saham minoritas PGN. Hal ini, sambungnya untuk menjelaskan secara transparan mengenai rencana akuisisi tersebut.

Sebelumnya, Ekonom Dradjad Wibowo mengatakan rencana akuisisi haruslah ditunda. Pasalnya transparansi harus dinomorsatukan agar mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

“Rencana pemerintah menggabung Pertamina dan PGN sebaiknya dikaji ulang dengan cermat,” imbuhnya.

Dradjad menjelaskan alasan pemerintah untuk mengkaji ulang akuisisi PGN oleh Pertamina. Pertama, alasan klasik dari merger dan akuisisi, yaitu adanya kesulitan likuiditas atau solvabilitas, tidak berlaku dalam kasus Pertamina dan PGN.

Sebagai target (sasaran), PGN justru bagus likuiditas dan solvabilitasnya.
“Kedua, belum terdapat kajian yang meyakinkan bahwa penggabungan Pertamina dengan PGN akan memberikan sinergi operasional yang menghasilkan efisiensi,” ungkapnya.

Adapun alasan ketiga, merger besar yang terjadi akhir-akhir ini lebih dipicu keinginan meningkatkan efisien dan memangkas biaya dalam salah satu sub sektor, minyak saja atau gas saja.

“Bukan menggabungkan minyak dan gas. Contohnya merger antara Shell dan BG Group. Motivasi utama adalah pemangkasan biaya dalam pengembangan ladang gas di Australia,” katanya.

Dengan perkembangan di atas, dan ketiga alasan di atas, Dradjad menyarankan perlunya kajian yang lebih komprehensif terhadap rencana pembentulkan holding BUMN migas ini. (Pam)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY